Halaman

Mengenai Saya

Foto saya
Tangerang, Banten, Indonesia

Jumat, 04 Mei 2012

Pengertian Belajar


Pengertian Belajar

      Belajar menurut Nana Sudjana (1988: 28), adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sedangkan menurut Slamento (1995: 2) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan  sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
      Sedangkan menurut Pasaribu (1983: 59) belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan  sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan oleh obat-obatan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencangkup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku. Perubahan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman) bukan perubahan yang dengan sendirinya karena pertumbuhan kematangan atau karena keadaan sementara seperti mabuk. 
        Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu pola penguasaan terhadap suatu pengetahuan .

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi  Proses Belajar
      Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.  Prinsip dari belajar adalah terjadinya perubahan terhadap diri seseorang. Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada, diantaranya adalah: seperti yang dikemukakan   oleh A. Tabrani (1992: 23-24 ) yaitu :
Peserta didik yang belajar harus melakukan banyak kegiatan.
      Belajar memerlukan latihan dengan Relearning, Recall, dan Review, agar pelajaran yang  terlupakan dapat dikuasai, dan yang belum dikuasai  akan menjadi milik  peserta didik. Belajar akan lebih berhasil jika peserta didik merasa berhasil dan  mendapat kepuasan.
      Peserta didik yang belajar mengetahui apakah ia gagal atau berhasil dalam belajar. Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman belajar, antara yang lama dan yang baru secara berurutan diasosiasikan. Pengalaman masa lampau dan pengertian yang dimiliki siswa besar peranannya dalam proses belajar. Kesiapan belajar; Maksudnya peserta didik yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan-kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Minat dan Usaha; Maksudnya adalah dengan minat dan usaha yang baik akan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Fisiologis. Kondisi badan peserta didik sangat mempengaruhi proses belajar mengajar.
Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal
      Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
      KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapa pun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
      Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
      Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
      Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.

Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
1.      Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai  
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2.      Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
 mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
3.      Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi  program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah;
4.      Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran.    Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
5.      Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untukmelampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas  mutu pendidikan bagi masyarakat.
      Kriteria ketuntasan minimal (KKM) merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. Penentuan KKM sangat diperlukan dalam penentuan kelulusan peserta didik dalam kurikulum berbasis kompetensi. KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
      Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
      Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
      Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (Raport) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.

Pengertian Hasil Belajar
      Untuk  mengetahui sejauh mana proses belajar  mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
      Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari  dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional  yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
      Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

Tipe Hasil Belajar
      Menurut Nana Sudjana (1988: 49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Nana Sudjana (1988: 50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek pengajaran  adalah sebagai berikut  :
Tipe hasil belajar bidang kognitif (Pengetahuan)
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin,   yaitu  tipe hasil belajar :
a.          Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. 
       Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
b.         Pemahaman (konprehention), kemampuan menangkap makna  atau arti dari
       suatu konsep
c.          Penerapan (aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan 
       suatu konsep. Ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya   
       memecahkan persoalan  dengan menggunakan rumus tertentu.
d.         Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas
       (kesatuan ynag utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti.
e.          Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu
       integritas.
f.           Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu
       berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.

Tipe  hasil belajar afektif (Sikap)
      Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikan oleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif  tingkat tinggi.
Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari  yang sederhana ke yang lebih komplek  yaitu :
a.          Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
       rangsangan dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah
       situasi dan  gejala.
b.         Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap
       stimulus dari luar.
c.          Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan
       terhadap stimulus.
d.         Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam system organisasi, termasuk
        menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan    
        prioritas yang dimilikinya .
e.          Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai
        yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
        lakunya .

Tipe hasil belajar bidang psikomotor (Ketrampilan)
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu :
a.          Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.
b.         Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c.          Kemampuan pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual ,  adaptif,
       motorik, dan lain-lain.
d.         Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
e.          Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada
       ketrampilan yang kompleks .
f.          Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan
       ekspresif, interpretative.

Prestasi Belajar

1.   Pengertian Prestasi Belajar

      Prestasi mencerminkan sejauh mana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan di setiap mata pelajaran.  Gambaran prestasi siwa bisa dinyatakan dengan angka   0 s.d. 10 atau 0 s.d. 100 (Suharsimi Arikunto, 1988).
      Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu usaha, kemampuan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal  di bidang pendidikan.  Kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu yang berada di bangku sekolah.

2.   Faktor yang mempengaruhi  Prestasi Belajar

      Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa itu sendiri.  Menurut Slamento (1988) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikkologi, minat, aktivitas belajar dan cara belajar. Faktor ekstern yaitu faktor- keluarga, sekolah dan masyarakat. Salah satu faktor ekstern yang mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah faktor sekolah yang mencakup:  metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, sarana dan prasarana, dan lain-lain.  

Peran Guru dalam Proses Belajar Mengajar 

      Sebagaimana telah dikemukakan bahwa proses belajar mengajar  dan hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh peran dan kompetensi guru. Guru yang berkompeten lebih mampu untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif dalam mengelola kelasnya hingga hasil belajar siswa mencapai optimal. Adams dan Decey mengemukakan peranan dan kompeten guru diantaranya sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, mediator dan fasilitator dan evaluator. S.Nasution (1985: 18-13) mengemukakan kriteria guru yang baik adalah sebagai berikut :
·            Guru yang baik harus  memahami dan menghormati murid.
·            Guru yang baik harus menghormati bahan belajar yang diberikannya
·            Guru yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran
·            Guru yang baik menyesuaikan  bahan pelajaran dengan kesanggupan murid.
·            Guru yang baik mangaktifkan murid dalam hal belajar
·            Guru yang baik memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata
·            Guru yang baik mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang
       diberikannya
·            Guru yang baik tidak terikat oleh suatu teks book
·            Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan
       saja kepada murid melainkan senantiasa membentuk pribadi anak.










Daftar Pustaka




Mudjiono. (1992). Belajar dan Pembelajaran.
      Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution S. (1988). Sosiologi Pendidikan.
      Bandung: Jormmar.

Oemar, H. (1986). Strategi Belajar Mengajar.
      Bandung: Pustaka Martina.

Pasaribu, I. L. (1989). Proses Belajar Mengajar.
      Bandung: Remaja Karya.

Sanjaya, A. (2011). Kriteria Ketuntasan Minimal    (online) 
       (2 Agustus 2011).

Silberman, L. M. (2004). Active Learning. 101 Cara Belajar Siswa Aktif.
     Diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Slameto. (1991). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
     Jakarta: Rineka Cipta..

Sudjana, Nana. (2006). Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar.
     Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudrajat, A. (2011). Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) (online).                                  
     (15 Juli 2011).

Taufik Agus, dkk .(2009). Pendidikan Anak Di SD.
     Jakarta: Universitas Terbuka.

Wadsworth, B. J. (1984). Piaget’s Theory of Cognitive and Affective
      Development. New York: Longman.

Wardani, I. G. A. K. , dkk (2009). Teknik Menulis Karya Tulis.
      Jakarta: Universitas Terbuka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar