Pengertian
Belajar
Belajar menurut Nana Sudjana (1988: 28),
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Sedangkan menurut Slamento (1995: 2) Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan
menurut Pasaribu (1983: 59) belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan
kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut
belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau
disebabkan oleh obat-obatan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencangkup
pengetahuan, kecakapan, tingkah laku. Perubahan ini diperoleh melalui latihan
(pengalaman) bukan perubahan yang dengan sendirinya karena pertumbuhan
kematangan atau karena keadaan sementara seperti mabuk.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu pola penguasaan terhadap suatu pengetahuan .
Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Proses Belajar
Proses belajar merupakan kesatuan
fungsional dari berbagai prosedur.
Prinsip dari belajar adalah terjadinya perubahan terhadap diri
seseorang. Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
kondisional yang ada, diantaranya adalah: seperti yang dikemukakan oleh A. Tabrani (1992: 23-24 ) yaitu :
Peserta didik yang
belajar harus melakukan banyak kegiatan.
Belajar memerlukan latihan dengan
Relearning, Recall, dan Review, agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai, dan yang belum
dikuasai akan menjadi milik peserta didik. Belajar akan lebih berhasil
jika peserta didik merasa berhasil dan
mendapat kepuasan.
Peserta didik yang belajar mengetahui
apakah ia gagal atau berhasil dalam belajar. Faktor asosiasi besar manfaatnya
dalam belajar, karena semua pengalaman belajar, antara yang lama dan yang baru
secara berurutan diasosiasikan. Pengalaman masa lampau dan pengertian yang
dimiliki siswa besar peranannya dalam proses belajar. Kesiapan belajar;
Maksudnya peserta didik yang telah siap belajar akan dapat melakukan
kegiatan-kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Minat dan Usaha;
Maksudnya adalah dengan minat dan usaha yang baik akan mendorong peserta didik
untuk belajar lebih baik. Fisiologis. Kondisi badan peserta didik sangat
mempengaruhi proses belajar mengajar.
Pengertian Kriteria Ketuntasan
Minimal
Salah satu prinsip penilaian pada
kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni
menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan
dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun
ajaran dimulai. Seberapa pun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas
ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus
dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta
karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan
untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil
rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal
untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai
proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan
yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi
yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria
ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan
oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik
yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan
persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka
maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal.
Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan
pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target
nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan
bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya.
Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses
dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan
minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam
menyikapi hasil belajar peserta didik.
Fungsi
Kriteria Ketuntasan Minimal
1. Sebagai acuan bagi pendidik dalam
menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap
kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang
ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian
kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan
pengayaan;
2. Sebagai acuan bagi peserta didik
dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran.
Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta
didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar
mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta
didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
3. Dapat digunakan sebagai bagian dari
komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari
keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil
pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk
mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau
sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan
sarana-prasarana belajar di sekolah;
4. Merupakan kontrak pedagogik antara
pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat.
Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara
pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik
melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan
penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti
kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain
pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan
penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan
berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses
pembelajaran dan penilaian di sekolah;
5. Merupakan target satuan pendidikan
dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus
berupaya semaksimal mungkin untukmelampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan
pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi
dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur
kualitas mutu pendidikan bagi
masyarakat.
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai
ketuntasan. Penentuan KKM sangat diperlukan dalam penentuan kelulusan peserta
didik dalam kurikulum berbasis kompetensi. KKM harus ditetapkan sebelum
awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang
melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam
menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan
kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada
acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar
peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir
sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik
yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan
pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu
memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan
bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan
oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik
yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan
persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal
100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target
ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan
dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional
kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan
bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk
mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi
dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria
ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (Raport)
sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
Pengertian
Hasil Belajar
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Tes hasil belajar adalah salah
satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan
seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan
keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil
belajar adalah sebagai berikut:
Tes hasil belajar harus dapat mengukur
apa-apa yang dipelajari dalam proses
pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional
yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. Tes hasil belajar disusun
sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
Bentuk pertanyaan tes hasil belajar
hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan. Tes
hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
Tipe Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (1988: 49), tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam
yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil
belajar. Nana Sudjana (1988: 50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat
dalam ketiga aspek pengajaran adalah
sebagai berikut :
Tipe hasil belajar bidang kognitif (Pengetahuan)
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu
tipe hasil belajar :
a.
Pengetahuan hafalan (Knowledge),
yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual.
Merupakan jembatan
untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
b.
Pemahaman (konprehention), kemampuan
menangkap makna atau arti dari
suatu konsep
c.
Penerapan
(aplikasi), yaitu kesanggupan
menerapkan dan mengabtraksikan
suatu konsep. Ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru,
misalnya
memecahkan
persoalan dengan menggunakan rumus
tertentu.
d.
Analisis,
yaitu kesanggupan memecahkan,
menguasai suatu intergritas
(kesatuan ynag utuh) menjadi unsur atau bagian yang
mempunyai arti.
e.
Sintesis,
yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu
integritas.
f.
Evaluasi,
yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu
berdasarkan pendapat yang dimilikinya
dan kriteria yang dipakainya.
Tipe hasil belajar afektif (Sikap)
Bidang
afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang
diperhatikan oleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini
didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang
dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang
kognitif tingkat tinggi.
Beberapa tingkatan
bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih komplek yaitu :
a.
Receiving atau attending,
yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan dari luar
yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah
situasi dan gejala.
b.
Responding atau jawaban, yakni
reaksi yang diberikan seseorang terhadap
stimulus dari luar.
c.
Valuing atau penilaian, yakni
berhubungan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap stimulus.
d.
Organisasi, yakni
pengembangan nilai ke dalam system organisasi, termasuk
menentukan hubungan
satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan
prioritas yang dimilikinya .
e.
Karakteristik nilai atau
internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai
yang dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya .
Tipe
hasil belajar bidang psikomotor (Ketrampilan)
Hasil belajar bidang
psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak individu. Ada
6 tingkatan ketrampilan yaitu :
a.
Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan
tidak sadar.
b.
Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c.
Kemampuan pesreptual termasuk di
dalamnya membedakan visual , adaptif,
motorik, dan lain-lain.
d.
Kemampuan di bidang fisik, misalnya
kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
e.
Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari
ketrampilan sederhana sampai pada
ketrampilan yang kompleks .
f.
Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi
non decorsive seperti gerakan
ekspresif, interpretative.
Prestasi
Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi
mencerminkan sejauh mana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan di setiap mata pelajaran.
Gambaran prestasi siwa bisa dinyatakan dengan angka 0 s.d. 10 atau 0 s.d. 100 (Suharsimi
Arikunto, 1988).
Prestasi
belajar merupakan hasil dari suatu usaha, kemampuan, dan sikap seseorang dalam
menyelesaikan suatu hal di bidang
pendidikan. Kehadiran prestasi belajar
dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu yang berada di bangku
sekolah.
2. Faktor yang
mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa itu sendiri. Menurut
Slamento (1988) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor intern
terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikkologi, minat, aktivitas belajar dan
cara belajar. Faktor ekstern yaitu faktor- keluarga, sekolah dan masyarakat.
Salah satu faktor ekstern yang mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar
siswa adalah faktor sekolah yang mencakup:
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, sarana dan prasarana,
dan lain-lain.
Peran Guru dalam Proses Belajar
Mengajar
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa
proses belajar mengajar dan hasil
belajar siswa sangat ditentukan oleh peran dan kompetensi guru. Guru yang
berkompeten lebih mampu untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif dalam
mengelola kelasnya hingga hasil belajar siswa mencapai optimal. Adams dan Decey
mengemukakan peranan dan kompeten guru diantaranya sebagai pengajar, pemimpin
kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, mediator dan fasilitator dan evaluator.
S.Nasution (1985: 18-13) mengemukakan kriteria guru yang baik adalah sebagai
berikut :
·
Guru
yang baik harus memahami dan menghormati
murid.
·
Guru
yang baik harus menghormati bahan belajar yang diberikannya
·
Guru
yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran
·
Guru
yang baik menyesuaikan bahan pelajaran
dengan kesanggupan murid.
·
Guru
yang baik mangaktifkan murid dalam hal belajar
·
Guru
yang baik memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata
·
Guru
yang baik mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang
diberikannya
·
Guru yang baik tidak terikat oleh suatu
teks book
·
Guru yang baik tidak hanya mengajar
dalam arti menyampaikan pengetahuan
saja kepada murid melainkan senantiasa
membentuk pribadi anak.
Mudjiono.
(1992). Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nasution
S. (1988). Sosiologi Pendidikan.
Bandung:
Jormmar.
Oemar,
H. (1986). Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: Pustaka Martina.
Pasaribu,
I. L. (1989). Proses Belajar Mengajar.
Bandung:
Remaja Karya.
Sanjaya,
A. (2011). Kriteria Ketuntasan Minimal (online)
(2 Agustus 2011).
Silberman,
L. M. (2004). Active Learning. 101 Cara
Belajar Siswa Aktif.
Diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien.
Bandung: Penerbit Nusa Media.
Slameto.
(1991). Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta..
Sudjana,
Nana. (2006). Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar.
Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Sudrajat,
A. (2011). Model Pengajaran Langsung
(Direct Instruction) (online).
(15 Juli 2011).
Taufik
Agus, dkk .(2009). Pendidikan Anak Di SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Wadsworth,
B. J. (1984). Piaget’s Theory of
Cognitive and Affective
Development.
New York: Longman.
Wardani,
I. G. A. K. , dkk (2009). Teknik Menulis
Karya Tulis.
Jakarta: Universitas Terbuka.